Pada tahun 2021 di Kabupaten Karawang dihelat pemilihan Kepala Desa sebanyak 177 Desa. Tidak tanggung-tanggung, ada 352 bakal Calon Kepala Desa bertanding dalam pesta akbar demokrasi yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2021. Banyak manuver dan strategi yang dijalankan oleh masing-masing calon kepala desa agar keluar sebagai pemenang. Fenomena dilapangan terlihat bahwa strategi pemenangannya ada yang bersifat konvensional dan yang memanfaatkan kemajuan era teknologi informasi dan komunikasi.
Strategi Konvensional Pemenangan Pilkades
Pada era sebelum ini, strategi pemenangan konvensional hampir mayoritas pertarungan politik desa telah didekati dengan pendekatan ini. Ada beragam cara yang biasa dilakukan dalam mempengaruhi dan menggaet suara pemilih calon kepala desa, diantaranya adalah: 1) Pemetaan Tokoh, 2) Pemetaan Kekeluargaan, 3) Pemetaan Pendanaan dan 4) Strategi Pemenangan dan 5) Alat Peraga Kampanye (APK). Kelima hal tersebut merupakan unsur yang dilakukan oleh tim pemenangan calon kepala desa apabila calonnya ingin berhasil memenangkan kontestasi demokrasi di sebuah Desa.
Adalah hal yang biasa, apabila ketokohan seseorang (alih-alih banyak pengikutnya) di dekati oleh tim sukses calon kepala desa. Karena diduga, jika seseorang tokoh bisa merapat kepada calon kepala desa akan bisa mendulang suara dari masyarakat, terutama masyarakat yang menyukai kepada figur tokohnya. Tidak dapat dinafikan, pendekatan dan pemetaan ketokohan masyarakat desa merupakan hal yang lazim dilakukan oleh tim pemenangan Calon Kepala Desa.
Ciri yang paling dominan di sebuah desa didominasi oleh kekeluargaan yang masih kental! Bahkan saking kentalnya, calon kepala desa yang kekerabatannya banyak diduga akan bisa memenangkan perhelatan akbar demokrasi di desa tersebut. Kelebihan kekeluargaan ini sangat banyak! Disamping dapat meminimumkan biaya pencalonan, dan suara pemilih akan bisa bersifat “PATEN”. Namun begitu, kekurangannya adalah memungkinkan calon kepala desa yang kurang kredible bisa jadi pemenang, dan hal ini yang paling menyulitkan bagi pembangunan desa kedepan.
Permainan politik uang dalam demokrasi tidak hanya berlaku pada perhelatan demokrasi yang besar, namun juga berlaku dalam skop yang lebih kecil, yaitu Desa. Pola pikir kapitalisme telah merasuk ke tingkat desa dan telah merusak idealisme suara rakyat bagi pembangunan desa. Model ini akan merusak kepada tatanan kejujuran dan kemakmuran, karena Kepala Desa terpilih akan melakukan politik balas hutang kepada pendana ketika perhelatan pemilihan kepala desa dilakukan. Tidak ada untungnya mendapatkan uang sesaat dan tidak besar tetapi menggadaikan kemajuan desa selama 6 tahun kedepan.
Walaupun begitu, dalam pemetaan pendanaan, ada biaya silaturahmi yang harus disediakan oleh calon kepala desa yang ikut kontestasi demokrasi desa. Ia, tidak bisa dihindarkan sekedar untuk menjamu tamu yang berkumpul di rumah calon maupun pertemuan yang diinisiasi oleh tim pemenangan. Fenomena ini akan banyak diulang oleh calon kepala desa yang tidak mempunyai modal sosial yang cukup. Dengan begitu, dipastikan akan ada biaya yang harus dikeluarkan oleh calon apabila ia mengikuti kontestasi pemilihan Kepala Desa.
Bisa dipastikan, dalam setiap tim pemenangan kepala desa akan melakukan strategi berperang memenangkan calon yang didukungnya. Strategi ini sangat beragam dengan menakar kemampuan finansial dan sosial calon kepala desa nya. Jika kemampuan finansial calon yang besar akan dapat mendongkrak calon walaupun kemampuan sosialnya kecil. Hanya saja, jika sebuah desa di kepalai oleh tipikal kepala desa seperti ini, desa yang bersangkutan kemajuannya akan biasa-biasa saja dan miskin inovasi. Lain halnya jika sebuah desa dikepalai oleh Kepala Desa yang modal sosialnya besar, desa tersebut akan bisa menjadi maju apabila piawai memainkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat.
Jika Anda berkunjung kesebuah desa yang sedang melakukan perhelatan demokrasinya, akan banyak disuguhi oleh Alat Peraga Kampanye (APK) tentang calon-calon kepala desa. Ada banyak ragam APK dari mulai stiker, kalender, spanduk bahkan baligo yang besar. Dari sisi alat peraga kampanye saja, yang mendominasi pada pelosok desa dapat dijadikan representasi calon tersebut disukai atau tidak oleh masyarakatnya. Karena, pasang baligo dan spanduk yang dipasang di desa, tidak hanya sekedar memasang, tetapi harus ada izin dari pemilik tanah dimana APK itu dipasang. Dan izin itu, biasanya dimanfaatkan oleh tim pemenangan melakukan lobi politik bagi calon yang diusungnya.
Kuasai Facebook Baru Bisa Menguasai Karawang?
Sub judul diatas terkesan bombastis dan menggurui! Tetapi jika melihat dari data penggunan sosial media di Karawang, Facebook merupakan sosmed yang paling digemari masyarakat Karawang disamping sosmed yang lainnya. Akankah seorang calon Kepala Desa menguasai perang informasi yang dilakukan dalam mempengaruhi masyarakat memilih dirinya dengan menggunakan sosmed? Dengan menggunakan metode pencarian tertentu di Facebook, penulis menemukan Calon Kepala Desa yang menggunakan Facebook yang serius digarap oleh tim pemenangannya, yaitu salah satu calon dari Desa Pasir Kaliki, Kecamatan Rawamerta Kabupaten Karawang.
Hasil Penelusuran Penulis di FB pada Calon Kepala Desa di Karawang
Calon Kepala Desa tersebut yaitu Engkos Koswara, telah membuat halaman FB yang dirilis pada tanggal 3 Januari 2021, baru saja 11 hari sudah disukai oleh 322 orang dan dikuti oleh 355 orang. Hal yang menarik lainnya adalah penularannya organik yakni dari mulut kemulut penduduk desa setempat. Dari konten yang diupload berupa video dan foto dalam halamannya, telah banyak ditonton, dibagikan bahkan dikomentari oleh masyarakat desa tersebut. Fenomena ini telah terasa dan menggairahkan bagi penyampaian informasi calon kepala desa kepada masyarakatnya. Dan bukan tidak mungkin, cara ini dapat mendorong bagi akselerasi pembangunan desa kedepannya. *) Semoga…
10