Dari Musyawarah ke Manajemen: Awal Mula Model CBEM

Bagaimana Warga Memulai Perubahan dari Ruang Diskusi Menuju Struktur Usaha

Di tengah hiruk-pikuk pendekatan manajemen modern yang sering kali dimulai dari proposal, studi kelayakan, atau perintah pimpinan, model Community-Based Entrepreneurial Management (CBEM) justru bermula dari sesuatu yang sangat sederhana: musyawarah warga. Bukan musyawarah formal yang penuh tata tertib, melainkan forum-forum terbuka, cair, dan akrab, tempat orang-orang berkumpul untuk membicarakan kebutuhan, mimpi, dan strategi bertahan hidup secara kolektif.

Di ruang-ruang inilah, benih-benih manajemen komunitas mulai ditanam. Karena sebelum ada koperasi, unit usaha, atau sistem kerja, selalu ada percakapan yang jujur dan setara.


🗣️ Musyawarah: Modal Awal yang Tidak Terlihat

Dalam pengalaman pengembangan CBEM di berbagai komunitas—seperti P4S Bale Pare, NH FM, dan Karawang Info—terlihat jelas bahwa musyawarah bukan hanya medium komunikasi, melainkan mekanisme kepemimpinan kolektif. Di sinilah warga menyuarakan harapan, mengidentifikasi masalah, dan menyepakati jalan keluar. Tidak ada konsultan eksternal. Tidak ada pemilik modal. Yang ada adalah rasa percaya, keterbukaan, dan tanggung jawab bersama.

Musyawarah dalam konteks CBEM menjadi fondasi dari manajemen itu sendiri. Ia melahirkan struktur, bukan sebaliknya. CBEM tidak membangun organisasi lalu mengundang partisipasi. Ia membangun partisipasi dulu, lalu mematangkannya menjadi organisasi.


🧩 Dari Percakapan ke Pengorganisasian

Setelah musyawarah, biasanya muncul kebutuhan untuk membagi peran, mengelola sumber daya, dan membuat sistem kerja yang adil. Di sinilah proses manajerial mulai terbentuk:

  • Siapa yang bertanggung jawab terhadap produksi?
  • Siapa yang mencatat transaksi dan membuat laporan keuangan?
  • Bagaimana keuntungan digunakan atau dibagikan?
  • Apa mekanisme evaluasi dan penyelesaian konflik?

Semua ini tidak datang dari buku manajemen, tapi dari proses belajar bersama. CBEM meyakini bahwa pengorganisasian usaha adalah kelanjutan logis dari keterlibatan warga, bukan instruksi dari luar.


🧪 Contoh Lapangan: NH FM Karawang dan Karawang Info

Di NH FM, siaran komunitas menjadi pemicu percakapan kolektif. Warga berdiskusi tentang harga sembako, praktik pertanian, bahkan pendidikan anak. Dari sini muncul ide membuat program kerja bersama, yang kemudian disusun dalam bentuk unit kegiatan siaran, relawan, dan kelompok usaha.

Sementara di Karawang Info, grup Facebook yang awalnya hanya tempat berbagi informasi warga, mulai menjadi ruang solidaritas: penggalangan donasi, pemasaran produk UMKM, bahkan kolaborasi antaranggota. Tidak ada struktur formal pada awalnya, namun karena keterlibatan aktif dan musyawarah yang terbuka, komunitas ini berkembang menjadi entitas digital yang mampu mengelola ekonomi sosial secara mandiri.


🔍 Apa yang Dibuktikan oleh Proses Ini?

  1. Warga mampu mengelola dirinya sendiri jika diberikan ruang dialog yang setara
  2. Partisipasi adalah fondasi manajemen, bukan pelengkapnya
  3. Keputusan terbaik lahir dari kesepahaman, bukan perintah

✍️ CBEM Berangkat dari Kultural, Bukan Struktural

CBEM tidak dimulai dari struktur organisasi, anggaran dasar, atau badan hukum. Ia dimulai dari budaya kolektif warga untuk berkumpul, berbicara, dan bertindak bersama. Inilah yang membuat CBEM tidak hanya relevan, tetapi juga fleksibel di berbagai konteks.

Ketika teori lain sibuk mencari rumus efisiensi, CBEM mengingatkan kita bahwa kekuatan manajerial terbesar adalah kemampuan warga untuk membangun kesepakatan dan memeliharanya secara sukarela.


📎 Artikel ini merupakan bagian dari #SeriIlmiahMKK di rohmatsarman.com
📣 Nantikan seri berikutnya: “P4S Bale Pare: Ketika Petani Jadi Inovator”

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *