Akademisi Turun ke Bumi: Ilmu yang Membumi, Desa yang Mandiri

Di tengah laju pembangunan yang serba cepat dan berbasis kapital besar, desa seringkali tertinggal sebagai entitas yang dianggap pasif — menunggu program, mengikuti arah, dan sekadar menjadi objek pembangunan. Namun, kenyataannya berbeda. Desa adalah ruang hidup yang dinamis, penuh dengan praktik sosial yang kaya, solidaritas yang kuat, serta kearifan lokal yang teruji oleh waktu. Dalam ruang ini, saya meyakini bahwa peran akademisi bukan sekadar menjadi pengamat dari menara gading, melainkan menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat.

Ketika saya diundang menjadi pembicara utama dalam kegiatan Seminar Peran Kader PKK dalam Diseminasi Kewirausahaan Komunitas dan Launching SRIKANDI Karawang, saya melihat momentum yang sangat strategis — tidak hanya sebagai kegiatan seremonial, tapi sebagai perwujudan dari model pembangunan alternatif yang telah lama kita rindukan: pembangunan yang berbasis komunitas, menyentuh akar persoalan, dan bertumpu pada kekuatan warga itu sendiri.

Dari Gotong Royong ke Teori Global: CBEM sebagai Kontribusi Epistemologis dari Indonesia untuk Dunia

Selama lebih dari dua dekade, diskursus kewirausahaan komunitas (community-based entrepreneurship/CBE) telah menjadi salah satu topik strategis dalam studi pembangunan wilayah dan manajemen inovasi sosial. Namun, hingga hari ini, wacana tersebut masih didominasi oleh kerangka teori yang lahir di Global North—dari Kanada, Eropa Barat, hingga Australia. Teori-teori itu membawa asumsi konteks yang sangat spesifik: negara kesejahteraan (welfare state), infrastruktur hukum yang mapan, dan jejaring institusional yang rapi. Dalam banyak hal, kerangka ini tidak sepenuhnya mampu menangkap kompleksitas, dinamika sosial, dan kekuatan informal yang membentuk wajah kewirausahaan komunitas di negara-negara seperti Indonesia.

Tulisan ini muncul sebagai upaya untuk mengisi kekosongan teoretik tersebut dengan menawarkan sebuah teori manajemen baru yang lahir dari praktik nyata komunitas desa di Indonesia, yakni: Community-Based Entrepreneurial Management (CBEM). CBEM bukanlah adaptasi atau turunan dari teori Barat, melainkan teori asli yang dikembangkan melalui pendekatan participatory action research, dibangun di atas pengalaman komunitas desa Karawang seperti Bale Pare, Radio NH FM, dan Karawang Info. Ketiganya menjadi studi kasus utama yang mengungkap bahwa gotong royong, musyawarah warga, dan solidaritas sosial bukan hanya nilai budaya, tetapi juga fondasi operasional bagi sistem manajemen komunitas yang efisien, adaptif, dan tahan krisis.

📘 BISNIS DIGITAL: Inovasi, Efisiensi, dan Daya Saing Global

Mengapa Buku Ini Wajib Dibaca oleh Pelaku Bisnis dan Profesional di Era Digital?

Dunia sedang bergerak menuju arah yang semakin terdigitalisasi. Hampir setiap aspek kehidupan kini dipengaruhi oleh teknologi: cara kita bekerja, berbelanja, berinteraksi, hingga membangun bisnis. Dalam dunia bisnis, perubahan ini bahkan lebih dramatis dan cepat. Tidak lagi cukup hanya mengandalkan strategi konvensional — perusahaan harus mampu beradaptasi, berinovasi, dan merancang model bisnis yang relevan dengan perkembangan teknologi.

Buku “Bisnis Digital: Inovasi, Efisiensi, dan Daya Saing Global” karya Dr. H. Rohmat Sarman, S.E., M.Si. hadir sebagai panduan komprehensif bagi siapa saja yang ingin memahami secara mendalam bagaimana transformasi digital mengubah lanskap bisnis global. Buku ini bukan sekadar bacaan teori, tetapi juga menawarkan panduan praktis, studi kasus nyata, dan strategi aplikatif untuk menjawab tantangan dan peluang dalam dunia bisnis yang serba digital.

Empowering Community-Based Entrepreneurship through Digital Business Ecosystems

Menyongsong ICEBEF 4th International Conference, Bandung – 4 November 2025

Dalam era transformasi digital yang kian pesat, tantangan utama dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan terletak pada bagaimana teknologi dapat benar-benar menjangkau dan memberdayakan komunitas akar rumput. Salah satu pendekatan yang kini mulai memperoleh perhatian akademik dan kebijakan adalah kewirausahaan berbasis komunitas (community-based entrepreneurship) yang terintegrasi dalam ekosistem bisnis digital. Pendekatan ini tidak hanya menjawab isu pemerataan akses digital, tetapi juga membangun model ekonomi regeneratif yang berbasis solidaritas, partisipasi, dan nilai-nilai lokal.

Sejalan dengan urgensi tersebut, makalah berjudul:
“Empowering Community-Based Entrepreneurship through Digital Business Ecosystems: A Qualitative Exploration of Digital Inclusion and Innovation in Grassroots Enterprises”
telah disiapkan untuk dipresentasikan dalam forum ICEBEF 4th International Conference yang akan diselenggarakan pada tanggal 4 November 2025 oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Konferensi ini mengusung tema besar “Artificial Intelligence (AI) and Digital Innovation for Competitive and Sustainable Global Economy.”

Empowering Pesantren-Based Nahdliyin MSMEs Through Digital Innovation and Knowledge Collaboration in the SDGs Era

🧠 Pengantar

Di tengah era digital dan arus globalisasi yang semakin cepat, dunia menghadapi tantangan besar dalam menciptakan model pembangunan yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis nilai. Indonesia, dengan kekuatan sosial-budaya dan spiritualnya, memiliki potensi besar dalam memberikan kontribusi khas terhadap agenda global tersebut — salah satunya melalui pemberdayaan ekonomi berbasis pesantren.

Dalam konteks inilah, tema yang diangkat oleh Dr. H. Rohmat Sarman, SE., MSi. dalam forum International Conference on Islam Nusantara (ICNARA) 2025 menjadi sangat relevan:

Empowering Pesantren-Based Nahdliyin MSMEs Through Digital Innovation and Knowledge Collaboration in the SDGs Era

Konferensi internasional ini diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, salah satu perguruan tinggi Islam terkemuka di Indonesia yang konsisten mengembangkan gagasan keislaman Nusantara berbasis riset dan inovasi.

Gerakan Koperasi Desa dalam Perspektif Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK)

Koperasi dan Desa: Sejarah yang Panjang

Koperasi bukanlah hal baru dalam perjalanan bangsa ini. Sejak awal kemerdekaan, koperasi dipandang sebagai soko guru perekonomian Indonesia. Bung Hatta menekankan bahwa koperasi adalah instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial melalui semangat kebersamaan. Di desa-desa, koperasi lahir dari semangat gotong royong: warga menyatukan modal, tenaga, dan ide demi kesejahteraan kolektif.

Namun, perjalanan koperasi desa sering kali diwarnai pasang surut. Banyak koperasi tumbuh subur di masa awal, tetapi kemudian stagnan atau mati suri. Sebagian terjebak dalam rutinitas administratif tanpa inovasi, sebagian lagi tersandera oleh rendahnya partisipasi anggota. Kondisi ini menunjukkan bahwa koperasi desa membutuhkan perspektif baru agar tetap relevan di tengah tantangan zaman.

Perspektif MKK: Warga sebagai Subjek Utama

Di sinilah Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK) menawarkan cara pandang baru. MKK menegaskan bahwa pembangunan desa, termasuk pengelolaan koperasi, harus menempatkan warga sebagai subjek, bukan objek.

Dalam praktiknya, ini berarti koperasi bukan sekadar lembaga formal dengan pengurus dan anggota pasif, melainkan sebuah gerakan kolektif di mana setiap warga terlibat dalam musyawarah, pengambilan keputusan, dan evaluasi. Prinsip-prinsip dasar seperti musyawarah, solidaritas, inovasi, dan jaringan menjadi pilar yang menghidupkan koperasi.

📚 Kini Tersedia: Buku MKK di Shopee & Google Books

“Desa bukan sekadar objek pembangunan, tetapi sumber ide dan teori manajemen baru.”

Alhamdulillāh, sebuah kabar gembira saya sampaikan: buku terbaru saya, Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK): Strategi Inovatif Pembangunan Sosial-Ekonomi Desa Berbasis Komunitas dan Digitalisasi, kini resmi tersedia di Shopee dan Google Books.

Langkah ini adalah bagian penting dari perjalanan panjang merumuskan, menulis, dan akhirnya menghadirkan MKK bukan hanya sebagai karya akademik, tetapi juga sebagai bacaan publik yang mudah diakses siapa saja—baik mahasiswa, dosen, praktisi bisnis, pegiat komunitas, maupun masyarakat umum.


Mengapa Buku Ini Penting?

Buku ini menegaskan bahwa desa bukanlah objek pembangunan, melainkan sumber inspirasi dan teori. Melalui pengalaman nyata di Karawang—mulai dari pertanian organik Bale Pare, Radio Komunitas NH FM, hingga Karawang Info—lahir gagasan Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK).

Model ini menempatkan warga sebagai subjek, memadukan nilai lokal seperti musyawarah dan gotong royong dengan peluang digitalisasi. Dengan MKK, desa dapat menjadi laboratorium inovasi sosial-ekonomi yang relevan bagi pembangunan berkelanjutan dan berdaya saing global.