Teori dari Desa, Praktik yang Mengakar, dan Gerakan Wirausaha Berbasis Komunitas
Community-Based Entrepreneurial Management (CBEM)—atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK)—bukan sekadar model manajerial, melainkan sebuah cara pandang baru terhadap pembangunan ekonomi berbasis warga. CBEM lahir bukan dari ruang-ruang seminar, melainkan dari tanah, udara, dan dialog yang hidup di antara warga desa. Ia lahir dari praktik kolektif, dari pengalaman riil komunitas yang berjuang membangun kehidupan secara gotong royong di tengah arus disrupsi digital, ketimpangan ekonomi, dan lemahnya kebijakan top-down.
🧭 CBEM Bukan Sekadar Kewirausahaan Sosial
Jika social entrepreneurship sering kali dimaknai sebagai kegiatan usaha yang membawa misi sosial, maka CBEM melangkah lebih jauh: ia tidak hanya membawa misi, tapi berakar langsung dalam dinamika komunitas itu sendiri. Dalam CBEM, warga bukanlah “target beneficiaries”, melainkan subjek aktif yang merumuskan, memimpin, dan mengelola perubahan.
CBEM tidak berbicara tentang “wirausaha untuk komunitas”, tapi wirausaha oleh dan dari komunitas. Di sinilah letak perbedaan fundamentalnya.
🪶 Kekhasan CBEM: Teori yang Lahir dari Akar Rumput
Berikut ini beberapa karakteristik khas dari Community-Based Entrepreneurial Management:
- Berbasis Musyawarah dan Relasi Sosial
- CBEM selalu diawali dengan musyawarah partisipatif, bukan studi kelayakan korporasi.
- Warga saling mendengar, membangun konsensus, dan menyepakati arah gerak usaha berdasarkan kebutuhan bersama.
- Relasi sosial menjadi aset utama, bukan semata modal finansial.
- Memuliakan Pengetahuan Lokal
- Teori CBEM percaya bahwa kearifan lokal, tradisi gotong royong, dan pengalaman hidup komunitas adalah sumber pengetahuan yang sah dan relevan.
- Contohnya terlihat dalam praktik P4S Bale Pare yang membangun pupuk organik berbasis pengalaman bertani puluhan tahun—bukan dari resep laboratorium.
- Mendorong Inovasi Kontekstual
- Inovasi dalam CBEM tidak selalu berwujud aplikasi digital, tetapi bisa berupa cara baru berjualan, pola distribusi informal, atau siaran komunitas yang menumbuhkan kesadaran kolektif seperti dilakukan oleh Radio NH FM Karawang.
- Mengarusutamakan Nilai Budaya dan Spirit Lokal
- CBEM bukan model netral. Ia berpihak kepada nilai lokal seperti solidaritas, tepo seliro, dan keadilan antarwarga.
- Manajemen dalam CBEM bukan hierarkis tetapi dialogis dan dinamis.
- Fleksibel dan Adaptif terhadap Konteks
- Setiap komunitas yang menerapkan CBEM akan memiliki bentuk yang berbeda—karena konteks, aset, dan aspirasi mereka berbeda.
- Misalnya, Karawang Info membangun ekosistem digital komunitas melalui media sosial, bukan koperasi formal.
- Membangun Kemandirian Berkelanjutan
- CBEM bukan proyek jangka pendek. Ia bertujuan menciptakan struktur ekonomi komunitas yang mandiri dan berkelanjutan, tidak bergantung pada dana luar.
- Ada transformasi cara berpikir: dari “menunggu bantuan” menjadi “mengelola kekuatan sendiri”.
📚 CBEM dalam Praktik: Tiga Contoh Hidup dari Karawang
- P4S Bale Pare menunjukkan bagaimana petani bisa mengelola pelatihan agribisnis berbasis pertanian organik tanpa menunggu proyek pemerintah.
- Radio NH FM Karawang menjadikan siaran sebagai alat pemberdayaan, menyuarakan aspirasi, hingga membangun usaha komunitas di bidang komunikasi.
- Karawang Info membuktikan bahwa media digital warga bisa menjadi pusat ekonomi solidaritas, penggalangan dana sosial, dan penguatan jati diri warga kota.
🌱 CBEM Bukan Teori yang Selesai, Tapi Hidup
Community-Based Entrepreneurial Management bukanlah teori yang tertutup dan mapan. Ia adalah teori yang hidup, berkembang, dan terbuka untuk diuji di berbagai konteks. Justru karena ia lahir dari praktik, maka ia menantang kampus, lembaga riset, dan pemerintah untuk belajar dari warga. CBEM adalah undangan untuk membalik arah pengetahuan: dari desa ke kota, dari komunitas ke institusi, dari pengalaman ke teori.
✍️ Mengapa CBEM Penting?
Di tengah krisis sosial, ekonomi, dan ekologi, CBEM menawarkan jalan tengah yang membumi: membangun wirausaha dengan semangat kebersamaan, mengelola sumber daya tanpa eksploitasi, dan menjadikan warga sebagai pusat perubahan. CBEM tidak menunggu dana besar atau investor, tapi mengandalkan semangat kolektif dan pengorganisasian warga.
Jika Indonesia ingin membangun dari pinggiran, maka CBEM adalah kompasnya. Jika kampus ingin menjawab tantangan zaman, maka CBEM adalah ruang belajarnya. Jika warga ingin mengubah nasib bersama, maka CBEM adalah jalannya.
📎 Tulisan ini merupakan bagian dari #SeriIlmiahMKK di rohmatsarman.com