Ketika Hati Terlalu Melekat: Refleksi Tentang Melepaskan untuk Tenang

 Oleh: Rohmat Sarman

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya.”
(QS. Asy-Syams: 9)


Pendahuluan: Mengapa Hati Mudah Melekat?

Manusia diciptakan dengan hati yang bisa mencintai, menginginkan, dan menggenggam. Tapi hati yang tidak diarahkan dengan benar, bisa melekat pada hal-hal yang salah: kekuasaan, harta, pasangan, status, bahkan pujian. Dan saat hati terlalu melekat pada dunia, maka hadir kegelisahan yang pelan tapi pasti merusak ketenangan.

Kita hidup di era yang mengajarkan untuk mengejar lebih banyak. Namun jarang diajarkan tentang bagaimana melepaskan.


Apa Itu Kemelekatan Hati?

Kemelekatan hati adalah kondisi batin saat kita tidak lagi hanya menggunakan dunia sebagai sarana, tetapi menjadikannya sebagai tujuan dan sumber identitas. Kita merasa “berharga” jika memiliki sesuatu, dan merasa “hilang arah” jika kehilangan itu.

Contohnya:

  • Takut kehilangan pekerjaan, karena merasa hanya itu sumber harga diri.

  • Terlalu mencintai seseorang hingga lupa bahwa dia juga milik Allah.

  • Mengejar validasi dari media sosial untuk merasa cukup.

Inilah kemelekatan: ketika sesuatu selain Allah menjadi pusat orbit hati kita.

Mendorong Kewirausahaan di Perguruan Tinggi: Paradigma Baru untuk Universitas Inovatif

🎯 Mengintegrasikan Tri Dharma dengan Manajemen Kewirausahaan Komunitas

Sebagai akademisi yang aktif di Universitas Pasundan, saya yakin perguruan tinggi memiliki potensi strategis untuk menjadi wirausaha sosial—bukan hanya konsumen teori, tapi juga produsen solusi nyata. Melalui pendekatan Community-Based Entrepreneurial Management (CBEM) atau Model MKK, kampus menjadi laboratorium inovasi kebijakan dan kewirausahaan komunitas.


🧭 Mengapa Perguruan Tinggi Perlu Jadi Agen Kewirausahaan

  • Tri Dharma sebagai Landasan Terintegrasi
    Pendidikan, riset, dan pengabdian dapat disusun dalam kerangka operasional kewirausahaan sosial. Setiap program studi, UKM, dan unit kerja bisa bergerak sebagai “wirausaha komunitas” yang melayani kebutuhan akademik dan masyarakat.
  • Sinergi Triple-Helix: Akademisi, Komunitas & Pemerintah
    Kampus dapat menjembatani dialog antara masyarakat lokal, pelaku UMKM, dan kebijakan publik untuk membangun ekosistem inovasi inklusif, seperti telah diterapkan di Karawang, Bandung, dan Yogyakarta.
  • Riset Transformasional sebagai Katalis Perubahan
    Pendekatan riset bukan sekadar menghasilkan teori, tapi juga memfasilitasi aksi dan refleksi komunitas melalui proses kolaboratif. Studi di Bale Pare, NH FM, dan Karawang Info menunjukkan bahwa riset partisipatif memperkuat modal sosial, inovasi lokal, dan keberlanjutan kelembagaan komunitas.
🌱 Telah Terbit! Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas Strategi Inovatif Pembangunan Sosial-Ekonomi Desa Berbasis Komunitas dan Digitalisasi

🌱 Telah Terbit! Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas Strategi Inovatif Pembangunan Sosial-Ekonomi Desa Berbasis Komunitas dan Digitalisasi

Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas: Strategi Inovatif Pembangunan Sosial-Ekonomi Desa Berbasis Komunitas dan Digitalisasi

🖋️ Oleh: Dr. H. Rohmat Sarman, S.E., M.Si.

📘 Buku Ini Bukan Sekadar Teori — Ia Tumbuh dari Desa, Untuk Desa

Kami dengan bangga mempersembahkan karya terbaru Dr. Rohmat Sarman yang lahir dari lebih dari satu dekade keterlibatan langsung dalam pemberdayaan masyarakat desa: dari sawah di Karawang hingga ruang digital komunitas, dari pelatihan pertanian organik hingga siaran radio komunitas.

Buku ini menyuguhkan Model Manajemen Kewirausahaan Komunitas (MKK)kerangka teoritis baru yang orisinal dan terbukti dalam praktik. MKK bukan teori menara gading; ia lahir dari interaksi nyata bersama petani, pemuda desa, ibu rumah tangga, dan relawan media komunitas.


💡 Apa Itu Model MKK?

MKK adalah kerangka manajerial partisipatif yang menjawab kebutuhan pembangunan desa berbasis potensi lokal, solidaritas sosial, dan digitalisasi. Ia mengintegrasikan:

  • Nilai-nilai lokal: gotong royong, musyawarah, kepercayaan

  • Usaha kolektif: koperasi, media komunitas, forum warga

  • Teknologi digital: untuk distribusi informasi dan penguatan partisipasi

  • Prinsip regeneratif: mencetak kader muda dan struktur sosial berkelanjutan


Menghidupkan GKM dengan Semangat Kewirausahaan Komunitas: Jalan Menuju Budaya Mutu di Universitas Pasundan

Mengapa GKM Perlu Dimaknai Ulang?

Dalam percakapan sehari-hari tentang kualitas pendidikan tinggi, istilah Gugus Kendali Mutu (GKM) sering terdengar teknis dan kering. Padahal, di balik akronim itu tersimpan sebuah konsep penting: bagaimana kampus menjaga dan meningkatkan kualitasnya secara berkelanjutan. Sayangnya, di banyak perguruan tinggi, GKM sering berhenti pada tataran administratif—sekadar rapat rutin, laporan, dan dokumentasi.

Sebagai salah satu universitas besar berbasis nilai-nilai budaya Sunda, Universitas Pasundan (Unpas) memiliki modal sosial dan kultural yang luar biasa. Namun, modal itu tidak akan berarti tanpa sistem yang mampu menggerakkan partisipasi komunitas kampus: dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, bahkan alumni. Di sinilah saya melihat pentingnya menghubungkan GKM dengan teori manajemen kewirausahaan komunitas.

Manajemen Kewirausahaan Komunitas: Apa dan Mengapa?

Teori manajemen kewirausahaan komunitas menekankan bagaimana sebuah komunitas mengelola sumber daya, mengidentifikasi peluang, dan mengambil inisiatif kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Ini bukan sekadar bicara soal bisnis, melainkan soal mindset: keberanian mencoba hal baru, mengelola risiko, dan menciptakan nilai bersama.

Bila kerangka ini diterapkan di universitas, maka GKM bukan lagi sekadar “pengawas mutu”, tetapi “pemantik inovasi mutu”. Bayangkan setiap unit kerja, program studi, bahkan komunitas mahasiswa di Unpas bergerak layaknya sebuah “wirausaha sosial” — mencari cara kreatif meningkatkan layanan akademik, pengalaman belajar, dan reputasi kampus.

Pengaruh Beban Kerja Dan Percieved Organizational Support Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Bagian SOTAP NB Divisi Produksi PT. Feng Tay Indonesia Enterprises

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh permasalahan kinerja karyawan pada
bagian SOTAP NB Divisi Produksi PT. Feng Tay Indonesia Enterprises. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh beban kerja dan perceived
organizational support terhadap kepuasan kerja, serta pengaruh ketiganya
terhadap kinerja karyawan, baik secara langsung maupun melalui kepuasan kerja
sebagai variabel intervening. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode deskriptif dan verifikatif. Sampel dalam penelitian ini sebanyak
86 responden dipilih menggunakan teknik probability sampling. Data
dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan observasi, lalu dianalisis
menggunakan metode of successive interval (MSI), path analysis, koefisien
determinasi, dan uji hipotesis dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 27.

🌿 Hidup yang Ditinggalkan sebagai Inspirasi

Saya pernah bertanya pada diri sendiri, “Apa yang ingin saya tinggalkan setelah saya tiada?”

Di dunia yang terus bergerak, di tengah rutinitas yang tiada habisnya, kita sering lupa bahwa hidup ini bukanlah untuk kita sendiri. Kita adalah penghubung antara generasi, sebuah titik yang diamanahkan untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya.

🌿 Doa di Meja Kerja

Ada satu kebiasaan kecil yang selalu saya lakukan setiap kali duduk di meja kerja: berdoa.Kadang hanya dalam bisikan lirih, kadang dalam hati yang terdiam lama.Di antara tumpukan kertas, buku,…